Petani Tebu Sambut Baik Rencana Pemerintah Wajibkan Campuran Etanol 10 Persen di BBM

Para petani tebu sedang memanen untuk kemudian dilakukan proses lanjutan

JAKARTA – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI), M. Nur Khabsyin, menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pemerintah mewajibkan penggunaan campuran 10 persen etanol dalam bahan bakar minyak (BBM).

Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi petani tebu, karena dapat membuka peluang besar pemanfaatan tetes tebu (molasses) sebagai bahan baku utama produksi etanol.“Petani tebu tentu menyambut baik rencana pemerintah ini, karena ada upaya nyata memanfaatkan tetes tebu untuk diolah menjadi etanol sebagai campuran bensin,” ujar Nur Khabsyin menanggapi pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Rabu (8/10/2025).

Produksi Tetes Tebu Belum Terserap Optimal

Khabsyin menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, produksi tetes tebu nasional mencapai sekitar 1,6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 1,1 juta ton yang terserap oleh industri pengguna — baik untuk bahan baku etanol maupun industri non energi lainnya.

“Masih ada sekitar 500 ribu ton tetes tebu yang belum terserap. Padahal, jumlah itu bisa diolah menjadi 130 ribu kiloliter etanol,” ungkapnya.

Ia menambahkan, selama ini sebagian besar produksi etanol dalam negeri masih diserap oleh sektor industri non-energi. Jika kebijakan pencampuran 10 persen etanol pada bensin (E10) diterapkan, maka industri etanol yang sudah ada akan memiliki peluang untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Industri Etanol Nasional Siap Tingkatkan Produksi

Saat ini, kapasitas terpasang industri etanol nasional mencapai 300 ribu kiloliter per tahun, namun baru mampu memproduksi sekitar 160 ribu kiloliter. Artinya, masih terdapat kapasitas menganggur yang cukup besar karena terbatasnya permintaan.

“Kalau nanti ada kewajiban campuran etanol di BBM, industri etanol bisa beroperasi lebih optimal. Serapan terhadap tetes tebu petani juga akan maksimal, sehingga tidak ada lagi tetes yang mubazir,” jelasnya.

Serapan Produk Petani

Khabsyin menilai kebijakan tersebut juga sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi emisi karbon. Ia menegaskan, Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan karena berstatus surplus tetes tebu dan etanol, sehingga tidak perlu bergantung pada impor etanol.

“Program ini sebenarnya sudah lama menjadi bagian dari agenda energi bersih nasional, tapi implementasinya belum serius. Kalau sekarang pemerintah mewajibkan campuran etanol 10 persen, kami sangat mendukung,” tegasnya.

Selain manfaat energi, kebijakan ini juga dinilai dapat menolong petani tebu yang tengah menghadapi situasi sulit. Tahun 2025 ini, harga gula petani turun di bawah Harga Patokan Petani (HPP) dan harga tetes tebu ikut anjlok akibat banjir impor etanol.

“Petani sudah berjuang meningkatkan produksi dan memperluas areal tanam. Tapi kalau saat panen, gula dan tetesnya tidak laku, tentu membuat trauma. Karena itu, kami minta pemerintah serius menjamin hasil produksi tebu petani ( gula dan tetes ) bisa terserap dengan harga wajar,” tambahnya.

Dukungan Penuh Petani Tebu

Khabsyin berharap kebijakan ini segera direalisasikan dan diikuti dengan kepastian harga serta skema penyerapan tetes tebu petani oleh Pertamina melalui industri etanol.

“Tugas kami petani adalah memproduksi gula dan tetes tebu. Soal harga keekonomian etanol, biar pemerintah yang menghitung. Yang penting, tetes tebu kami terserap dan memberi nilai tambah bagi energi nasional,” tutupnya.

Ali Bustomi


Berikan Pendapat Anda