Siswa SLB Purwosari Kudus menikmati santapan bergizi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Kudus - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kudus kini resmi
menyentuh sekolah luar biasa (SLB). Salah satunya SLB Purwosari, Kecamatan Kota
Kudus, yang telah menerima layanan makanan bergizi.
Pada Senin
(20/10/2025), menu disusun secara khusus agar aman dikonsumsi oleh siswa
berkebutuhan khusus, termasuk anak autis yang membutuhkan menu tertentu. Ismira
Wahyu Lestari Lewa, Humas sekaligus PIC MBG SLB Purwosari, menjelaskan,
kehadiran program ini disambut hangat oleh siswa dan pihak sekolah.
“Alhamdulillah,
MBG di SLB Purwosari sangat dinanti oleh siswa-siswi, terutama yang dari rumah
mungkin tidak sempat sarapan karena orang tuanya bekerja atau sibuk. Mereka
sangat menunggu adanya MBG,” ujarnya.
Sebanyak 224
siswa SLB Purwosari tercatat menerima makanan bergizi pada hari pertama. Selain
siswa, makanan juga disiapkan untuk tiga PIC dan tiga penjaga sekolah dengan
total 230 porsi.
Semua menu
telah disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak, terutama dalam hal bahan makanan
yang digunakan. Ismira menegaskan, pihaknya berkoordinasi erat dengan guru,
wali murid, dan dapur sekolah agar menu MBG benar-benar sesuai standar gizi dan
aman dikonsumsi.
“Kami tidak
merekomendasikan mie dari gandum, cokelat, maupun MSG. Karena beberapa siswa
autis memerlukan diet khusus agar tidak hiperaktif,” jelasnya.
Sementara
itu, Novina Agustianingrum, Asisten Lapangan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi
(SPPG) Yayasan Srikandi Glantengan, mengatakan pihaknya telah melakukan uji
coba selama sepekan sebelum pelaksanaan resmi. Selama masa trial tersebut,
pihaknya memastikan semua menu bebas dari bahan pengawet, pewarna, dan penyedap
rasa.
“Kami
mengganti susu cokelat dengan susu plain agar aman dikonsumsi anak-anak SLB.
Menu juga tidak menggunakan mie sebagai pengganti nasi karena bisa memicu
tantrum,” ungkapnya.
SPPG
Glantengan menjadi satu-satunya penyedia MBG di Kudus yang juga melayani SLB.
Saat ini, lembaga tersebut menangani sembilan sekolah dengan total sekitar
3.700 siswa penerima MBG. Novina menambahkan, meskipun melayani anak
berkebutuhan khusus memiliki tantangan tersendiri. Pihaknya justru melihat hal
ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
“Kami harus
lebih berhati-hati dalam mengatur kadar gula, garam, dan penyedap. Tapi justru
dari sini kami belajar untuk memberikan layanan dengan standar yang lebih baik
dan sehat bagi semua sekolah,” pungkasnya. (*)